Materi:
KEBENARAN
Teori
Korespondensi -Teori Koherensi -Teori Pragmatis
dosen
Drs.H.Djoko Adi Walujo, S.T.,M.M.,DBA
TUJUAN PERKULIAHAN UMUM
Memahami Teori kebenaran dalam hubungannya dengan filsafat ilmu.
TUJUAN PERKULIAHAN KHUSUS
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori korespondensi
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori koherensi
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori pragmatis
TEORi KORESPONDENSI
Teori yang pertama ialah
teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], yang kadang kala
disebut The accordance Theory of Truth. Menurut teori ini dinyatakan
bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence]
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh
terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.
“a proposition (or
meaning) is true if there is a fact to which it corresponds, if it expresses
what is the case”
[Suatu
proposisi atau pengertian adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras
dengan kenyataannya, atau jika ia menyatakan apa adanya].
"Truth
is that which conforms to fact; which agrees with reality; which corresponds to
the actual situation."
[Kebenaran
adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang
serasi (corresponds) dengan situasi actual].
Truth
is that which to fact or agrees with actual situation. Truth is the agreement
between the statement of fact and actual fact, or between the udgment and the environment situation of which the judgment claim
to be an interpretation
[Kebenaran
ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi
aktual. Kebenaran ialah persesuaian(agreement) antara pernyataan (statement)
mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment)
dengan situasi seputar (Enviroment situation) yang diberinya
intepretasi.
if
a judgment corresponds with the facts, it is the true; if not, it is
false."
[Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat
dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat
dikatakan salah].
Teori
korespondensi ini sering dianut oleh realisme/empirisme.
K.
Rogers, adalah seorang orang penganut realisme kritis Amerika, yang berpendapat
bahwa : keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara (1). "esensi atau arti yang kita
berikan" dengan (2) "esensi yang terdapat didalam obyeknya".
"Epistemological
realism.à
The view that there is an independent reality apart from minds, and we do not
change it when we come to experience or to know it; sometimes called
objectivism"
[Realisme
epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independence (tidak
tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya
bila kita mengalaminya atau memahami. Itulah sebabnya
realisme epitemologis kadangkala disebut obyektivisme]. Dengan perkataan lain:
realisme epistemologis atau obyektivisme
berpegang
kepada kemandirian sebuah kenyataan tidak tergantung pada yang di luarnya.
Dalam perpustakaan Marxis dapat dibaca:
If
our sensations, perception, notions, concepts and theories corresponds to
objective reality, if reflect if faithfully, we say that they are true, while
true statement, judgment or theories are called the truth
[Jika
sensasi kita, persepsi kita, pemahaman kita, konsep dan teori kita bersesuaian
dengan realitas obyektif, dan jika itu semua mencerminkannya dengan cermat,
maka kita katakan itu semua benar: pernyataan, putusan dan teori yang benar
kita sebut kebenaran].
"Dialectical
materialism understands truth as that knowledge of an objective/ with correctly
reflect this objectives, i.e. correspond to it"
[Materialisme dialektika memahamkan kebenaran
sebagai pengetahuan tentang sesuatu obyek, yang mencerminkan obyek tersebut
secara tepat, dengan perkataan lain, bersesuaian dengan obyek yang dimaksud]
"For example, the scientific
propositions that "Bodies consists
of atoms", that the " Earth prior to man", that "the people
are makers of history", etc. are true"
[misalnya
pengertian ilmiah bahwa "tubuh terdiri dari atom-atom"' bahwa
"Bumi lebih dahulu ada dari pada manusia", bahwa "rakyat adalah
pembuat sejarah", dan lain sebagainya, adalah benar].
In
contrast to idealism, dialectical materialism maintains that truth is
objective. Since truth reflects the objectively existing word, its content does
not depend on man’s consciousness
Objective
truth, LENIN Wrote, is the content of our knowledge, which neither on mans, nor
on mankind. The content of truth is fully determined by the objective process
it reflects
Berlawanan
dengan idealisme, maka meterialisme dialektika mempertahankan bahwa kebenaran
adalah obeyektif. Selama kebenaran mencerminkan dunia wujud secara obyektif,
maka wujudnya itu tergantung pada kesadaran manusia. Kebenaran obyektif, tulis
Lenin, adalah kandungan pengetahuan kita yang tidak tergantung, baik kepada
manusia maupun kepada kemanusiaan. Kandungan kebenaran sepenuhnya ditentukan
oleh proses obyektif yang tercerminkannya.
LENIN
menulis:
"From
live contemplation to abstract thinking and from that to practice, such is the
dialectical process of cognizing the truth, of cognizing objective reality.
[Dari
renungan yang hidup menuju ke pemikiran yang abstrak, dan dari situ menuju
praktek, demikianlah proses dialektis tentang pengenalan atas kebenaran, atas
realitas obyektif].
Selajutnya
kaum Marxist mengenal dua macam kebenaran, yaitu (a) kebenaran mutlak dan (b)
kebenaran relatif.
"Absolute
truth is objective truth in its entirety, an absolutely exact reflection of
reality"
[Kebenaran
mutlak ialah kebenaran yang selengkapnya obyektif, yaitu suatu pencerminan dari
realitas secara pasti mutlak]
Relative
truth is incomplete correspondence of knowledge to reality. Lenin called this
truth the relatively true reflection of an object which is independent of
man"
[Kebenaran
relatif adalah pengetahuan mengenai relaitas yang kesesuaianya tidak lengkap,
tidak sempurna. Menurut
Lenin, kebenaran relatif adalah pencerminan dari obyek yang relatif benar, yang terbatas dari manusia].
Every
truth is objective truth”
[setiap
kebenaran adalah kebenaran yang obyektif].
"Relative
truth is imperfect, incomplete truth.
[kebenaran
relatif adalah kebenaran yang tidak sempurna, tidak lengkap]
Mengenai Teori Korespondensi tentang kebenaran
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kita mengenal dua hal, yaitu : pertama pernyataan
dan kedua keyataan. Menurut teori ini : kebenartan ilah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu sendiri. Sebagai contoh
dapat dikemukakan: " Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur
sekarang" ini adalah sebuah
pernyataan; dan apabila kenyataannya memang Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ",
maka pernyataan itu benar, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu
bermula dari ARIETOTELES, dan disebut teori penggambaran yang definisinya
berbunyi sebagai berikut:
VERITAS EST ADAEQUATIO INTELLECTUS ET RHEI
[kebenaran adalah persesuaian
antara pikiran dan kenyataan].
TEORI KONSISTENSI TENTANG KEBENARAN
Teori yang kedua adalah Teori
Konsistensi.
The
Consistence Theory Of Truth, yang sering disebut dengan The coherence Theory Of
Truth.
According
to this theory truth is not constituted by the relation between a judgment and
something else, a fact or really, but by relations between judgment themselves
"
(Menurut
teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) engan
sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri].
Dengan
demikian, kebenaran ditegakkan atas hubungan
antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita
ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
Jadi
suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent [saling
berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh
proposisi tersebut koheren dengan pengalaman kita.
"A
belief is true not because it agrees with fact but because it agrees, that is
to say, harmonizes, with the body knowledge that we presses”
[Suatu
kepercayaan adalah benar, bukan karena
bersesuaian dengan fakta, melainkan bersesuaian/selaras dengan pengetahuan yang
kita miliki]
"It
the maintained that when we accept new belief as truths it is on the basis of
the manner in witch they cohere with knowledge we already posses”
[Jika
kita menerima kepercayan-kepercayaan baru sebagai kebenaran-kebenaran, maka hal
itu semata-mata atas dasar kepercayaan itu saling berhubungan [cohere] dengan
pengetahuan yang kita miliki]
“A
judgment is true it if consistent with other judgment that are accepted or know
to be true. True judgment is logically coherent with other relevance judgment
[suatu
putusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan-putusan yang
terlebih dahulu kita terima, dan kita ketahui kebenarannya. Putusan yang benar
adalah suatu putusan yang saling berhubungan
secara logis dengan putusan-putusan lainnya yang relevance]
Jadi
menurut teori ini, putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling
berhubungan dan saling menerangkan satu sama lainnya.
"The
truth is systematic coherence”
[Kebenaran adalah saling hubungan yang
sistematik]
"Truth
is consistency”
[kebenaran
adalah konsistensi, selaras, kecocokan]
Selanjutnya
teori konsistensi/koherensi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama :
Kebenaran adalah
kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang lebih dahulu
kita akui/ terima/ ketahui kebenarannya.
Kedua:
Teori ini dapat juga dinamakan teori justifikasi tentang kebenaran, karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat justifikasi putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah dikatahu kebenarannya.
Misalnya:
Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno
Puteri, adalah pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap
benar.
Jika terdapat penyataan yang koheren dengan
pernyataan tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena
koheren dengan pernyataan yang dahulu:
Misalnya.
-
Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
-
Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
-
Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
-
Dll
TEORI PRAGMATISME
Teori
ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic [pragmatis]
theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang
dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan.
Falsafah
ini dikembangan oleh seortang orang bernama William James di Amerika Serikat.
Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu
ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat.
Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat.
Suatu
kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide
adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jiak membawa
akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktik, serta memiliki nilai
praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
Kebenaran
terbukti oleh kegunannya, dan akibat-akibat praktisnya. Sehingga kebenaran
dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berlaku.
Menurut
William James “ ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita serasikan,
jika kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa.
Menurut
penganut praktis, sebuah kebenaran dimaknakan jika memiliki nilai kegunaan [utility]
dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory
consequence].
Dinyatakan
sebuah kebenaran itu jika memilki “hasil yang memuaskan “ [Satisfactory
result], bila :
- Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan manusia
- Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan eksperimen
- Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.
EXERCISE
Diskusikan
dan lakukan refleksi:
- Kebenaran adalah saling hubungan yang sistematik
- Kebenaran karena otoritas acap kali menipu mengapa demikian ?
- Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah, mengapa demikia
RUJUKAN
Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara
Kerja Ilmu-ilmu :
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakartaà 91:99
Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah
[menurut Karl. R. Popper] :
Penerbit PT Gramedia Jakartaà Bab III
67:89
Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada Jakartaà Bab III 85 : 1224
Jujun Surisamantri [2004] Ilmu
Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu]:
Yayasan Obor Indonesia Jakartaà Bab IV
61:70
--------------------- [2004] Filsafat
Ilmu [Sebuah Pengantar Populer] : Yayasan Sinar Harapan Jakartaà Bab V 165:211,
---------------------[2004] Ilmu
Dalam Perpektif Moral, Sosial dan Politik Penerbit Gramedia JakartaBab 10
74:87 Bab XI 81:87
Mohammad Muslih [[2004] Filsafat
Ilmu [Kajian atas asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan]
: Penerbit Belukar à
Bab V 89:119
Mohammad Zaenudin[2003] Menggoyang
Pikiran [ Menuju Alam Makna] :
Penerbit Pustaka Remaja à
Bab VII 62 : 79
Noeng
Muhadjir [2001] Filsafat Ilmu [Positivisme, Postpositivisme, dan
Postmodernisme] : Penerbit Rake Sarasin Yogyakartaà
Bab III 51 : 54