Cari Sesuatu ?
Friday, October 22, 2021
Tuesday, October 5, 2021
Saturday, June 23, 2018
POSTMO FILATELIA
POSTMO-FILATELIA
Oleh Djoko Adi Walujo
Kreativitas
sulit dibendung apaladi dizaman yang penuh dengan derasnya arus teknologi.
Teknologi mampu menggerus apa saja, dan mampu mempoleferasi apa saja. Kemajuan
teknologi informasi yang secara bersamaan memunculkan media sosial yang dahsyat
membuat semua yang nyaman menjadi goyah. Zaman yang sekarang disebut dengan era
disruption dengan mudah disebut pula sebagai
era penggoda. Tahta yang sulit dijamah mudah patah, tiada lagi dinasti,
semua menjadi rentan terhadap perubahan. Semua relung aktivitas manusia tidak
memiliki daya tangkal menghentikan kecuali daya adaptasi yang mampu mengawal
eksistensi. Termasukjuga domain hobi, kini hobi menjadi berkembang baik kualita
dan kuantitanya. Dulu swap benda-benda filetali penuh dengan aleta yang menutupi,
hanya berbekal sebuah ceruta tanpa melihat visual, kini sekarang menjadi terang
benderang bahkan real time.
Exibition fileteli dulu terhitung dengan
durasi tahunan baru dapat terselenggara,
bahkan harus menyiapkan properti yang begitu lama, kini setiap detik orang bisa
memamerkan karena wahana sudah tersedia dengan percuma. Pameran filateli seakan
nir biaya, karena aplikasi komputer mengundangnya. Seorang filetelis bisa pamer
diberbagai belahan dunia, tanpa harus datang membawa benda-benda filateli
kesayangan. Seorang filatelis bisa berpamer ria dalam waktu yang bersamaan pada
domain yang berbeda. Mereka bisa berpamer di media sosial yang menjadi
pilihannya, namun juga bisa semua digunakan. Hari ini pamer di dinding Facebooknya,
besuk sudah pindah di Instagramnya, dan secara bersamaan berpamer di Piterest.
Lembaga
filatelis yang cukup wibawa akan serta merta pudar dan terkubur bersama aturan
detil yang dimiliki dan sudah lama bertahta. Aturan filatelis lama lama
terlanggar oleh kemajuan teknologi. Dulu dalam exibisi ada aturan ketat
bagaikan menyusun sebuha tesis atau desertasi, sekarang berubah menjadi
tema-tema yang lebih detil dan sesuai perkembangan zaman. Sensasi kejadian juga
mengundang tema untuk merespon dengan cepat dan kecanggihan desain yang sangat
canggih dan cepat.
Tema
prangko yang menghadirkan tokoh-tokoh kendati sekarang masioh eksis, namun
muncul pula postmo feletelia, yang tema prangko yang menuruti pasar dan
kekinian. Tiba tiba secara mendunia muncul tema Hello Kitty, Tintin, Wonder
Women, Superman, Ultraman dll. Belum lagi muncul prangko prisma yang sangat
privasi sekali
Kini
seorang filetelis sedang diuji, jika kekeh dan maladaptip, berarti tertinggal
dengan kemajuan.
Kini
muncul juga berbagai kelompok atau komunitas pecinta prangko secara maya, lalu
muncul komunitas posttcrossing, bahkan
masih banyak lagi yang sifatnya sangat mendunia.
Saya
secara pribadi tidak ingin lebih dari ranah kemajuan ini, dan saya menamakan
sekaligus mendeklarasikan sendiri sebagai penganut POSTMO-FITELA sebuah
terminologi yang saya buat sendiri. Inilah saya yang ingin berbeda tapi masih
menghormati pada mereka yang juga berbeda. Salam semoga semuanya bahagia.
Tuesday, April 3, 2018
Episteme selalu berbicara dihoti (mengapa) bukan hanya hoti (tentang apa)
Dalam
berpikir episteme pengetahuan tidak hanya mengajarkan kita berpeikira sekedarnya,
atau aladarnya. Episteme mengajarkan kita
untuk menghindari Claim of truth yang
hanya sepihak tanpa membiarkan otak manusia bersetuhan langsung luas dengan horizon tanpa batas.
Farancis Bacon memperigatkan kita, tak
boleh menjadi manusia picik hanya berada didalam gua yang sepi dan zone terseteril
lingkungan, namun harus membuka diri dengan daya nalarnya. Francis mengingatkan
jangan seperti “katak dalam tempurung”, hindari idola sesat yang membuat
pikiran terpuruk, hanya menjadi obyek, tapi tak menjadi obyek yang sekaligus
subyek. The Idols of Cave, demikian
kata Bacon, sebuah idola yang membuat karya pikir manusia tergurus pada pembenaran
diri dengan super ego yang amat kental. Ketika kita menuruti pikiran itu, maka
kemapuan dalam memahami fakta lemah, pemahaman logika acap sesat (fallacy),
lalu analisis kita tumpul, dan pada akhirnya kemampuan evaluasi menjadi runyam.
Inilah solipsistik atau dalam frasa Jawa dikenal dengan “nggungu
karepe dewe” lalu menganggap dirinya paling benar “ nggugu
benere dewe”.
Kita
diharapakan untuk tidak tidah berpangku pada “tentang” yang dalam bahasa Yunani
tertulis “hoti”, namun kita harus selalu menanyakan lebih dalam yakni “mengapa”
atau dalam bahasa Yunani “dihoti”. Itulah harapan episteme untuk berpikir
secara radikal dan holistik.
Bepikir
radikal itu sesungguhnya akan menguliti sebuah masalah sampai akar-akarnya,
tidak sekedar “surface” (permukaan),
gali sedalam dalamnya. Benar kita tidak hanya ‘Quod” yang dalam bahasa latin berarti hanya perkir terbatas pada “tentang”
saja, seharusnya lepas dari keterkungkungan
ke arah “propter quod” yakni pola pikir yang terus menerus mengawal menuju kedalaman.
Holisitik menyeluruh yang sangat diharapkan dalam berpikir kita, tidak atomistik
alia terkotak kecil.
Orang
Jawa dengan pikiran sederhana sering berucap, “jembarna pikiranmu” (luaskan pikiranmu:Jawa), lalu masih diikuti
sikap rendah hati (humble).
Kemudian
untungnya apa dalam epistemologi menyarankan berpikir sedalam-dalamnya? Tentu mengarahkan
kita tidak mudah dan sepat memvonis, dan jauh dari sifat berbicara tanpa fakta, atau menggunjing karena data yang
kering. Di sinilah episte menjadi sebuah metoda pengetahun untuk meneropong
segala permasalahan selalu tidak terburu-buru.
Saturday, March 17, 2018
NILAI AKSIOLOGIS DI ERA ABUNDANCE
Memanfaatkan Era Abundance . (Opini pagi - djoko adi walujo).
Era abundance, semuanya menjadi berkelimpahan, data dan informasi lengkap beserta visualisasi yang jelita tersedia cuma cuma di dunia maya. Pada era abundance ini kita diberikan kesempatan memilah dan memilih untuk kepentingan kita. Kendali pilihan juga menentukan jati diri kita, karena era yang disebut sebagai era kelimpahan ini tak terbatas kualitas dan kuantita yang disediakan. Baik yang membawa nilai nilai kebahagiaan kadang juga membawa ikutan nilai negatif. Ketika kita Ingin belajar agama sudah tersedia, juga tersedia berbagai sumber pilihan yang serba esay use juga esay touch. Namun belajar negatif juga tiada batas yang dapat kita peroleh dengan sekali sentuh. Ingin menghadirkan visual artis cantik tanpa busana dan goyangan yang menggiurkan hanya tinggal mengarahkan jari jemari kita bisa memilihnya. Di sinilah manusia mendapat manfaat sekaligus bisa menggandeng mudharat. Bagi seorang pembelajar era ini menghadirkan perpustakaan besar dirumah kita, bahkan dapat dikatakan perpustakaan seluas pulau Kalimantan bisa berada di saku kita dan selalu mendampingi kita dimana saja. Sebuah era yang mampu memperpendek waktu, tapi juga memperpendek jarak. Kita bisa bertemu dengan sang maestro dunia, kita dapat mengenal dekat profesor yang tersohor karena citra akademisnya, dan kita juga bisa dekat ribuan dan dekapan ulama besar yang kita kagumi.
Sejatinya kita adalah kontributor:
Data yang berkelimpahan di dunia itu sejatinya adalah lapangan amal kita, karena sesungguhnya adalah seorang kontributor setiap, setiap hari kita memberikan data. Tulisan kita juga memadati pustaka besar dunia yang nir batas ini, foto kita, video kita bahkan slide pembelajaran kita juga tersimpan di almari besar dunia ini jika kita titipkan di aplikasi gratis slide share. Slide yang kita kontribusikan ternyata mampu memberikan pencerahan, itulah yang dimaksud dengan slide kita beramal. Kemudian mesin canggih dengan artifisial inteligen itu juga mencatat secara valid karya karya kita. Kadang saya harus bersimpuh syukur karena sebuah slide saya yang amat sangat sederhana telah dilihat sebanyak 15.776 orang. Padahal hanya sebuah slide yang menurut hitungan pribadi saya berkadar remeh temeh.
Memasang nilai etika, estetika dan aksiologi
Ketika sadar sebagai kontributor sekaligus user sebaiknya kita harus masuk pada nilai nilai spiritual yang bagus. Memasang moralitas yang dalam, mengunggulkan nilai etika, bahkan mengharuskan kita untuk berada di wilayah aksiologis. Wilayah yang memberi makna kegunaan tapi berlandaskan pada etika. Modesty adakah sebuah keluhuran yang dicatatkan bahwa kesantunan itulah merupakan puncak sebagai pengguna.
Tentu kita harus akui banyak WA kita yang banyak menyalin data lalu meneruskan ke WA kawan, dengan mudah mengambil data di dunia maya yang nir bayar. Kita telah menjadikan diri kita sebagai user yang hanya copy-paste. Kita bangga karena tersedia di wilayah maya. Gambar yang lucu hingga visual yang menggiurkan telah kita nikmat. Setiap hari jemari kita ikut dalam festival copy pasti, meminta mesin pencari untuk searching, lalu dalam sekejap terpoliferasi ke mana~mana.
Jangan hanya menjadi user tapi jadilah maker
Era ini memang menyenangkan kita karena semua tersedia, namun juga melemahkan kita karena kita dipaksa dan terpaksa hanya sebagai pengguna. Inilah yang dapat menumpulkan idea dan kreativita. Padahal manusia itu ternilai dari kreativitasnya dan moralitas idealnya. Manfaatkan era ini seharusnya difungsikan untuk menarik syaraf kreativitas kita, jadikan pematik dan pemicu lahirnya karya yang Original dan novelty.
Thursday, November 23, 2017
PAHAM TEORI KEBENARAN
Materi:
KEBENARAN
Teori
Korespondensi -Teori Koherensi -Teori Pragmatis
dosen
Drs.H.Djoko Adi Walujo, S.T.,M.M.,DBA
TUJUAN PERKULIAHAN UMUM
Memahami Teori kebenaran dalam hubungannya dengan filsafat ilmu.
TUJUAN PERKULIAHAN KHUSUS
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori korespondensi
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori koherensi
Mahasiswa
dapat mendifinisikan teori pragmatis
TEORi KORESPONDENSI
Teori yang pertama ialah
teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], yang kadang kala
disebut The accordance Theory of Truth. Menurut teori ini dinyatakan
bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence]
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh
terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.
“a proposition (or
meaning) is true if there is a fact to which it corresponds, if it expresses
what is the case”
[Suatu
proposisi atau pengertian adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras
dengan kenyataannya, atau jika ia menyatakan apa adanya].
"Truth
is that which conforms to fact; which agrees with reality; which corresponds to
the actual situation."
[Kebenaran
adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang
serasi (corresponds) dengan situasi actual].
Truth
is that which to fact or agrees with actual situation. Truth is the agreement
between the statement of fact and actual fact, or between the udgment and the environment situation of which the judgment claim
to be an interpretation
[Kebenaran
ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi
aktual. Kebenaran ialah persesuaian(agreement) antara pernyataan (statement)
mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment)
dengan situasi seputar (Enviroment situation) yang diberinya
intepretasi.
if
a judgment corresponds with the facts, it is the true; if not, it is
false."
[Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat
dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat
dikatakan salah].
Teori
korespondensi ini sering dianut oleh realisme/empirisme.
K.
Rogers, adalah seorang orang penganut realisme kritis Amerika, yang berpendapat
bahwa : keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara (1). "esensi atau arti yang kita
berikan" dengan (2) "esensi yang terdapat didalam obyeknya".
"Epistemological
realism.à
The view that there is an independent reality apart from minds, and we do not
change it when we come to experience or to know it; sometimes called
objectivism"
[Realisme
epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independence (tidak
tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya
bila kita mengalaminya atau memahami. Itulah sebabnya
realisme epitemologis kadangkala disebut obyektivisme]. Dengan perkataan lain:
realisme epistemologis atau obyektivisme
berpegang
kepada kemandirian sebuah kenyataan tidak tergantung pada yang di luarnya.
Dalam perpustakaan Marxis dapat dibaca:
If
our sensations, perception, notions, concepts and theories corresponds to
objective reality, if reflect if faithfully, we say that they are true, while
true statement, judgment or theories are called the truth
[Jika
sensasi kita, persepsi kita, pemahaman kita, konsep dan teori kita bersesuaian
dengan realitas obyektif, dan jika itu semua mencerminkannya dengan cermat,
maka kita katakan itu semua benar: pernyataan, putusan dan teori yang benar
kita sebut kebenaran].
"Dialectical
materialism understands truth as that knowledge of an objective/ with correctly
reflect this objectives, i.e. correspond to it"
[Materialisme dialektika memahamkan kebenaran
sebagai pengetahuan tentang sesuatu obyek, yang mencerminkan obyek tersebut
secara tepat, dengan perkataan lain, bersesuaian dengan obyek yang dimaksud]
"For example, the scientific
propositions that "Bodies consists
of atoms", that the " Earth prior to man", that "the people
are makers of history", etc. are true"
[misalnya
pengertian ilmiah bahwa "tubuh terdiri dari atom-atom"' bahwa
"Bumi lebih dahulu ada dari pada manusia", bahwa "rakyat adalah
pembuat sejarah", dan lain sebagainya, adalah benar].
In
contrast to idealism, dialectical materialism maintains that truth is
objective. Since truth reflects the objectively existing word, its content does
not depend on man’s consciousness
Objective
truth, LENIN Wrote, is the content of our knowledge, which neither on mans, nor
on mankind. The content of truth is fully determined by the objective process
it reflects
Berlawanan
dengan idealisme, maka meterialisme dialektika mempertahankan bahwa kebenaran
adalah obeyektif. Selama kebenaran mencerminkan dunia wujud secara obyektif,
maka wujudnya itu tergantung pada kesadaran manusia. Kebenaran obyektif, tulis
Lenin, adalah kandungan pengetahuan kita yang tidak tergantung, baik kepada
manusia maupun kepada kemanusiaan. Kandungan kebenaran sepenuhnya ditentukan
oleh proses obyektif yang tercerminkannya.
LENIN
menulis:
"From
live contemplation to abstract thinking and from that to practice, such is the
dialectical process of cognizing the truth, of cognizing objective reality.
[Dari
renungan yang hidup menuju ke pemikiran yang abstrak, dan dari situ menuju
praktek, demikianlah proses dialektis tentang pengenalan atas kebenaran, atas
realitas obyektif].
Selajutnya
kaum Marxist mengenal dua macam kebenaran, yaitu (a) kebenaran mutlak dan (b)
kebenaran relatif.
"Absolute
truth is objective truth in its entirety, an absolutely exact reflection of
reality"
[Kebenaran
mutlak ialah kebenaran yang selengkapnya obyektif, yaitu suatu pencerminan dari
realitas secara pasti mutlak]
Relative
truth is incomplete correspondence of knowledge to reality. Lenin called this
truth the relatively true reflection of an object which is independent of
man"
[Kebenaran
relatif adalah pengetahuan mengenai relaitas yang kesesuaianya tidak lengkap,
tidak sempurna. Menurut
Lenin, kebenaran relatif adalah pencerminan dari obyek yang relatif benar, yang terbatas dari manusia].
Every
truth is objective truth”
[setiap
kebenaran adalah kebenaran yang obyektif].
"Relative
truth is imperfect, incomplete truth.
[kebenaran
relatif adalah kebenaran yang tidak sempurna, tidak lengkap]
Mengenai Teori Korespondensi tentang kebenaran
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kita mengenal dua hal, yaitu : pertama pernyataan
dan kedua keyataan. Menurut teori ini : kebenartan ilah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu sendiri. Sebagai contoh
dapat dikemukakan: " Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur
sekarang" ini adalah sebuah
pernyataan; dan apabila kenyataannya memang Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ",
maka pernyataan itu benar, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu
bermula dari ARIETOTELES, dan disebut teori penggambaran yang definisinya
berbunyi sebagai berikut:
VERITAS EST ADAEQUATIO INTELLECTUS ET RHEI
[kebenaran adalah persesuaian
antara pikiran dan kenyataan].
TEORI KONSISTENSI TENTANG KEBENARAN
Teori yang kedua adalah Teori
Konsistensi.
The
Consistence Theory Of Truth, yang sering disebut dengan The coherence Theory Of
Truth.
According
to this theory truth is not constituted by the relation between a judgment and
something else, a fact or really, but by relations between judgment themselves
"
(Menurut
teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) engan
sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri].
Dengan
demikian, kebenaran ditegakkan atas hubungan
antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita
ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
Jadi
suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent [saling
berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh
proposisi tersebut koheren dengan pengalaman kita.
"A
belief is true not because it agrees with fact but because it agrees, that is
to say, harmonizes, with the body knowledge that we presses”
[Suatu
kepercayaan adalah benar, bukan karena
bersesuaian dengan fakta, melainkan bersesuaian/selaras dengan pengetahuan yang
kita miliki]
"It
the maintained that when we accept new belief as truths it is on the basis of
the manner in witch they cohere with knowledge we already posses”
[Jika
kita menerima kepercayan-kepercayaan baru sebagai kebenaran-kebenaran, maka hal
itu semata-mata atas dasar kepercayaan itu saling berhubungan [cohere] dengan
pengetahuan yang kita miliki]
“A
judgment is true it if consistent with other judgment that are accepted or know
to be true. True judgment is logically coherent with other relevance judgment
[suatu
putusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan-putusan yang
terlebih dahulu kita terima, dan kita ketahui kebenarannya. Putusan yang benar
adalah suatu putusan yang saling berhubungan
secara logis dengan putusan-putusan lainnya yang relevance]
Jadi
menurut teori ini, putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling
berhubungan dan saling menerangkan satu sama lainnya.
"The
truth is systematic coherence”
[Kebenaran adalah saling hubungan yang
sistematik]
"Truth
is consistency”
[kebenaran
adalah konsistensi, selaras, kecocokan]
Selanjutnya
teori konsistensi/koherensi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama :
Kebenaran adalah
kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang lebih dahulu
kita akui/ terima/ ketahui kebenarannya.
Kedua:
Teori ini dapat juga dinamakan teori justifikasi tentang kebenaran, karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat justifikasi putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah dikatahu kebenarannya.
Misalnya:
Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno
Puteri, adalah pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap
benar.
Jika terdapat penyataan yang koheren dengan
pernyataan tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena
koheren dengan pernyataan yang dahulu:
Misalnya.
-
Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
-
Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
-
Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
-
Dll
TEORI PRAGMATISME
Teori
ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic [pragmatis]
theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang
dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan.
Falsafah
ini dikembangan oleh seortang orang bernama William James di Amerika Serikat.
Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu
ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat.
Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat.
Suatu
kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide
adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jiak membawa
akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktik, serta memiliki nilai
praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
Kebenaran
terbukti oleh kegunannya, dan akibat-akibat praktisnya. Sehingga kebenaran
dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berlaku.
Menurut
William James “ ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita serasikan,
jika kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa.
Menurut
penganut praktis, sebuah kebenaran dimaknakan jika memiliki nilai kegunaan [utility]
dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory
consequence].
Dinyatakan
sebuah kebenaran itu jika memilki “hasil yang memuaskan “ [Satisfactory
result], bila :
- Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan manusia
- Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan eksperimen
- Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.
EXERCISE
Diskusikan
dan lakukan refleksi:
- Kebenaran adalah saling hubungan yang sistematik
- Kebenaran karena otoritas acap kali menipu mengapa demikian ?
- Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah, mengapa demikia
RUJUKAN
Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara
Kerja Ilmu-ilmu :
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakartaà 91:99
Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah
[menurut Karl. R. Popper] :
Penerbit PT Gramedia Jakartaà Bab III
67:89
Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada Jakartaà Bab III 85 : 1224
Jujun Surisamantri [2004] Ilmu
Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu]:
Yayasan Obor Indonesia Jakartaà Bab IV
61:70
--------------------- [2004] Filsafat
Ilmu [Sebuah Pengantar Populer] : Yayasan Sinar Harapan Jakartaà Bab V 165:211,
---------------------[2004] Ilmu
Dalam Perpektif Moral, Sosial dan Politik Penerbit Gramedia JakartaBab 10
74:87 Bab XI 81:87
Mohammad Muslih [[2004] Filsafat
Ilmu [Kajian atas asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan]
: Penerbit Belukar à
Bab V 89:119
Mohammad Zaenudin[2003] Menggoyang
Pikiran [ Menuju Alam Makna] :
Penerbit Pustaka Remaja à
Bab VII 62 : 79
Noeng
Muhadjir [2001] Filsafat Ilmu [Positivisme, Postpositivisme, dan
Postmodernisme] : Penerbit Rake Sarasin Yogyakartaà
Bab III 51 : 54
Subscribe to:
Posts (Atom)