Cari Sesuatu ?

Google

Saturday, March 17, 2018

NILAI AKSIOLOGIS DI ERA ABUNDANCE

Memanfaatkan Era Abundance . (Opini pagi - djoko adi walujo).

Era abundance, semuanya menjadi berkelimpahan, data dan informasi lengkap beserta visualisasi yang jelita tersedia cuma cuma di dunia maya. Pada era abundance ini kita diberikan kesempatan memilah dan memilih untuk kepentingan kita. Kendali pilihan juga menentukan jati diri kita, karena era yang disebut sebagai era kelimpahan ini tak terbatas kualitas dan kuantita yang disediakan. Baik yang membawa nilai nilai kebahagiaan kadang juga membawa ikutan nilai negatif. Ketika kita Ingin belajar agama sudah tersedia, juga tersedia berbagai sumber pilihan yang serba esay use juga esay touch. Namun belajar negatif juga tiada batas yang dapat kita peroleh dengan sekali sentuh. Ingin menghadirkan visual artis cantik tanpa busana dan goyangan yang menggiurkan hanya tinggal mengarahkan jari jemari kita bisa memilihnya. Di sinilah manusia mendapat manfaat sekaligus bisa menggandeng mudharat. Bagi seorang pembelajar era ini menghadirkan perpustakaan besar dirumah kita, bahkan dapat dikatakan perpustakaan seluas pulau Kalimantan bisa berada di saku kita dan selalu mendampingi kita dimana saja. Sebuah era yang mampu memperpendek waktu, tapi juga memperpendek jarak. Kita bisa bertemu dengan sang maestro dunia, kita dapat mengenal dekat profesor yang tersohor karena citra akademisnya, dan kita juga bisa dekat ribuan dan dekapan ulama besar yang kita kagumi.  

Sejatinya kita adalah kontributor
Data yang berkelimpahan di dunia itu sejatinya adalah lapangan amal kita, karena sesungguhnya adalah seorang kontributor setiap, setiap hari kita memberikan data. Tulisan kita juga memadati pustaka besar dunia yang nir batas ini, foto kita, video kita  bahkan slide pembelajaran kita juga tersimpan di almari besar dunia ini jika kita titipkan di aplikasi gratis slide share. Slide yang kita kontribusikan ternyata mampu memberikan pencerahan, itulah yang dimaksud dengan slide kita beramal. Kemudian mesin  canggih dengan artifisial inteligen itu juga mencatat secara valid karya karya kita. Kadang saya harus bersimpuh syukur karena sebuah slide saya yang amat sangat sederhana telah dilihat sebanyak 15.776  orang. Padahal hanya sebuah slide yang menurut hitungan pribadi saya berkadar remeh temeh. 

Memasang nilai etika, estetika dan aksiologi
Ketika sadar sebagai kontributor sekaligus user sebaiknya kita harus masuk pada nilai nilai spiritual yang bagus. Memasang moralitas yang dalam, mengunggulkan nilai etika, bahkan mengharuskan kita untuk berada di wilayah aksiologis. Wilayah yang memberi makna kegunaan tapi berlandaskan pada etika. Modesty adakah sebuah keluhuran yang dicatatkan bahwa kesantunan itulah merupakan puncak sebagai pengguna. 
Tentu kita harus akui banyak WA kita yang banyak menyalin data lalu meneruskan ke WA kawan, dengan mudah mengambil data di dunia maya yang nir bayar. Kita telah menjadikan diri kita sebagai user yang hanya copy-paste. Kita bangga karena tersedia di wilayah maya. Gambar yang lucu hingga visual yang menggiurkan telah kita nikmat. Setiap hari jemari kita ikut dalam festival copy pasti, meminta mesin pencari untuk searching, lalu dalam sekejap terpoliferasi ke mana~mana. 

Jangan hanya menjadi user tapi jadilah maker 


Era ini memang menyenangkan kita karena semua tersedia, namun juga melemahkan kita karena kita dipaksa dan terpaksa hanya sebagai pengguna. Inilah yang dapat menumpulkan idea dan kreativita. Padahal manusia itu ternilai dari kreativitasnya dan moralitas idealnya. Manfaatkan era ini seharusnya difungsikan untuk menarik syaraf kreativitas kita, jadikan pematik dan pemicu lahirnya karya yang Original dan novelty.