Cari Sesuatu ?

Google

Wednesday, January 30, 2008

CATATAN RINGKASAN FILSAFAT ILMU, BUKU THOYIBI

CARING II
[Catatan – Ringan ]
FILSAFAT ILMU DAN PERKEMBANGANNYA
[Editor : M Thoyibi]
Gudang kami sengaja untuk memilih karya yang dieditori oleh, M Thoyibi karena disamping kaya akan catatan yang mudah dicerna, buku ini merupakan kumpulan tulisan pakar filsafat ilmu. Namun kurang bijak rasanya kalau dikupas secara tuntas, karena akan melanggar karya cipta intelektual, juga akan mencundangi penerbit. Oleh karenanya akan dibahas terbatas, dengan gaya mencuplik sana-sani. Secara keseluruhan buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sembilan orang penulis, masing-masing:
  1. Hakikat Dasar Keilmuan [ Jujun. S. Suriasumantri]
  2. Filsafat Ilmu, Sejarah Kelahiran, Serta Perkembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  3. Teori Pengetahuan dan Perannya dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan [Charles M.Stanton]
  4. Filsafat Yunani Batu Pertama untuk Kultur Modern [Muchlis Hamidy]
  5. Ilmu Pengetahuan, kelahiran dan Perkembangannya, Klasifikasi, Sserta Strategi Pengembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  6. Metode Mencari Ilmu Pengetahuan : Rasionalisme dan Empirisme [H.B.Sutopo]
  7. Pragmatisme dan Realisme Modern [D.Edi Subroto]
  8. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Konteks Masa Kini dan Masa Mendatang
  9. Pengembangan Metode Keilmuan di Perguruan Tinggi dalam kecenderungan IPTEK Dewasa ini [S. Farid Ruskanda]

Selanjutnya dicuplik beberapa tulisan, antara lain tulisan : Jujun. S. Suriasumantri, Koento Wibisono Siswomihardjo dan H.B.Sutopo.
Cuplikan-cuplikan
[Jujun. S. Suriasumantri]
Apakah Ilmu?
Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu, ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancaideranya.
Secara epistemology, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran.

Apakah Kebenaran?
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, mensandarkan dirinya kepada beberapa criteria kebenaran, yakni:

  • Koherensi
  • Korespondensi
  • Pragmatisme.

Apa Koherensi?
Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria konsistensi suatu argumentasi
Apa Korespondensi?
Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut.
Apa Pragmatisme?
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kreteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang, dan waktu tertentu.
Apa Metode Ilmiah?
Metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan jalan membangun jembatan penghubung yang berupa pengajuan hipotesis.
Apa Hipotesis ?
Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berpikir yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya.
Apa langkah-langkah Metode Ilmiah?
Langkah metode ilmiah adalah langkah yang berporoskan “troika”

  • Penyusunan kerangka berpikir berdasarkan logika deduktif
  • Pengajuan hipotesis sebagai kesimpulan dari kerangka berpikir tersebut
  • Pengujian [verifikasi] hipotesis.
    Berdasarkan troika ini maka metode ilmiah dikenal sebagai proses:

“Logiko-Hipotetiko-Verifikatif atau Dedukto-hipotetiko-verifikatif”

Bagaimana Proses Kegiatan Ilmiah?
Proses kegiatan ilmiah pada hakikatnya adalah kegiatan berpikir yang bersifat analitis. Logika merupakan alur jalan pikiran yang dilalui dalam kegiatan analisis agar kegiatan berpikir tersebut membuahkan kesimpulan yang sahih. Kegiatan ilmiah pada pokoknya mempergunakan dua jenis logika yakni :

  • Logika deduktif
  • Logika Induktif

Apa Logika Deduktif?
Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kepada pernyataan yang bersifat khas.
Apa Logika Induktif?
Merupakan cara penalaraan kesimpulan dari penyataan yang bersifat individual [khas] kepada pernyataan yang bersifat umum.

H.B.Sutopo:
Apa Rasionalisme ?
Faham rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal [ratio]. Kebenaran dan kesesatan pada dasarnya terletak di dalam gagasan manusia, bukan di dalam diri barang sesuatu. Kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Pengalaman tidak dingkari, tetapi ia hanya sebagai perangsang pikiran. Seorang-orang bernama Descartes merupakan bapak rasionalisme yang berusaha menemukan kebenaran [pengetahuan] dengan menggunakan metode berpikir deduktif.
Seorang pengikut rasionalisme menggunakan pikir untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang harus dikenalnya, bahkan sebelum adanya pengalaman.
Apakah Empirisme?
Paham ini mementingkan pengalaman indera. Pengetahuan diperoleh lewat pengalaman indera. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari penginderaan serta refleksinya. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil pengeinderan kita.
Jhon Locke adalah seorang-orang tokoh empirisme dengan teorinya yang kerap disebut dengan “tabula-rasa”.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan diungkap lewat penginderaan gejala bila ditelaah lanjut akan menghasilkan pola yang teratur mengenai kejadian tertentu. Dengan mengumpulkan pengalaman, kita akan bisa melihat kesamaan dan perbedaan gejala yang ada, yang selanjutnya menjadi pengetahuan.
Bagaimana kata akhir pertentangan antara Rasionalisme dengan Empirisme?
Perang pikir antara Empirisme dan Rasionalisme, ternyata dipadamkan oleh faham “fenomenalisme” ajaran Immanuel Kant [1724-18-04]. Oleh karenanya ia dianggap mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur “apriori” dalam pengenalan, terlepas dari segala pengalaman. Empirisme menekankan unsur-unsur “Aposteriori”, yang berarti unsur yang berasal dari pengalaman.
Menurut Kant keduanya berat sebelah. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur aposteriori. Dari sintesis tersebut dapat dirumuskan beragam yang lengkap baik secara empiris maupun dilandasi penalaran yang logis dan dapat lebih jelas dirumuskan kaitan [sebab-akibat] dari suatu gejala yang terjadi di alam ini.

Koento Wibisono Siswomihardjo
Merujuk buah pikir Van Peursen:
Menghadapi perkembangan pemikiran umat manusia dewasa ini, ternyata dapat diskemakan dengan tiga tahapan pemikiran yakni :

  • Mistis
  • Ontologis
  • Fungsional

Apa tahapan pemikiran Mistis?
Dalam tahapan ini kebenaran atau kenyataan adalah sesuatu yang “given”, mistis, dan tidak perlu ditanyakan
Apa tahapan pemikiran Ontologis?
Pada tahapan ini manusia dan masyarakat mendambakan kebenaran substansial
Apa tahapan pemikiran Fungsional?
Pada tahapan ini kebenaran dan kenyataan diletakkan pada fungsi atau relasi kemanfaatannya.
Aktualisasi ketika dinamika perkembangan manusia, dalam bidang keilmuan:
Orang mulai mempertanyakan”apa hakikat ilmu pengetahuan” itu, yang jawabnya tidak semudah sebagaimana diperkirakan. Implikasi dari perkembangan manusia membuahkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, cabang ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain. Garis demarkasi antara ilmu-ilmu murni dan ilmu-ilmu terapan menjadi kabur;
Kedua, dengan semakin kaburnya garis demarkasi itu, timbullah persoalan mengenai sejauh mana nilai-nilai etik dan moral dapat intervensi dalam kegiatan ilmiah.
Ketiga dengan kehadiran teknologi yang mendominasi kehidupan manusia di segala bidang, timbul pertanyaan filsafati apakah dengan dominasi ilmu pengetahuan itu kehidupan menjadi maju atau justru sebaliknya. Itulah sebabnya filsafat menjadi actual, khususnya filsafat ilmu yang kita butuhkan dari interdependensi antar cabang ilmu yang satu dengan cabang ilmu yang lain, juga dengan filsafat sendiri.
Apa Filsafat ilmu?
Filsafat ilmu [Philosophy Of Science, Wissenchaftlehere, Wetenschapleer] merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah ‘a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, obyek kedua cabang filsafat ini disana sini berhimpitan, namun berbeda salam aspek pembahasannya.
Strategi Pengembangan Ilmu.
Berbicara tentang strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat tiga macam pendapat:
Pertama, ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dalam hal ini pengaruh konteks dibatasi, bahkan disingkirkan.
Kedua, ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga memberikan alasan pembenaran konteksnya.
Ketiga, ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru yang actual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan waktu dan keadaan.
Wusana kata.
Filsafat ilmu bukanlah sekedar metodologi ataupun tata cara penulisan karya ilmiah. Filsafat ilmu merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik henti dalam menuju sasaran yang akan dicapai., yaitu kebenaran dan kenyataan.
Memahmi filsafat ilmu berarti memahami seluk beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi dan sendi-sendinya yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar [cabang] ilmu yang satu dengan yang lain.
Filsafat ilmu perlu disebarluaskan untuk dikuasai oleh para tenaga pengajar dan peneliti, agar memungkinkan mereka untuk mensublimasikan disiplin ilmu yang ditekuninya ke dataran filsafati sehinga sanggup memikirkan spekulasi-spekulasi yang terdalam untuk menciptakan paradigma-paradigma baru yang relevan dengan budaya masyarakat bangsanya sendiri.

No comments: