Cari Sesuatu ?

Google

Tuesday, January 22, 2008

PENDEKATAN AWAL FILSAFAT ILMU PENGATAHUAN


PENDEKATAN AWAL FILSAFAT ILMU PENGATAHUAN
1Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan
1Dasar Ontologi keilmuan
1Metodologi keilmuan

Pengantar:
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya.
Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan [knowledge] ? Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya penelitian ? apakah yang disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ? Apakah hubungan etika dengan ilmu.

Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika"

Meskipun kelihatannya nampak betapa banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni :

ONTOLOGI :

Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telah ilmu

Suatu pertanyaan:

  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
  • Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
  • Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia [seperti berpikir, merasa dan mengindera] yang membuahkan pengetahuan.
    [Inilah yang melandasi ONTOLOGI]

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontology. Pada dasarnya tidak ada pilihan bagi setiap orang pemilihan antara “kenampakan”[appearance] dan “kenyataan”[reality]. Ontologi menggambarkan istilah-istilah seperti: “yang ada”[being], ”kenyataan” [reality], “eksistensi”[existence], ”perubahan” [change], “tunggal” [one] dan “jamak”[many].
Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontology adalah:

Apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada”rahasia alam” dibalik realitas itu?

Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek ilmu diawali dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya pikirnya.

DASAR ONTOLOGI ILMU

Apakah yang ingin diketahui ilmu atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu? Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.

Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret" atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain, proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu, menjangkau lebih jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah manusia melakukan transendensi terhadap realitas.

Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian [asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.


ASUMSI EMPIRIS :

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :

  1. Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap obyek.
  2. Asumsi kedua: asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek yang sedang diselidiki.
  3. Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik]. Statistika adalah teori peluang.

EPISTEMOLOGI

Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan [very possibility of knowledge].
Pada perkembangannya epistemology menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan.
Landasan epistemology tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan berdasarkan :

  1. kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
  2. menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.

Metode ilmiah dikenal dengan :

Logico-hypothetico-verificative atau deducto--hypothetico-verificative

Suatu pertanyaan:

  1. Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
  2. Bagaimana prosedurnya ?
  3. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
  4. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
  5. Apakah kriterianya ?
  6. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
    Inilah Kajian epistemology

DASAR EPISTEMOLOGI ILMU

Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Hakikat keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.

AKSIOLOGI

Permasalahan aksiologi meliputi [1] sifat nilai, [2] tipe nilai, [3] criteria nilai, [4] status metafisika nilai.
Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dipergunakan secara komunal dan universal.

Suatu pertanyaan:

  1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
  2. Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
  3. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?

METODE KEILMUAN

Gabungan antara pendekatan rasional dan cara empiris dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.
Salah satu aspek metode keilmuan adalah menyusun konsep penjelasan atau berpikir secara teoritis. Pemikiran teoritis ini bersifat deduktif dan pada dasarnya suatu proses berpikir logis dan sistematis, maka disinilah logika memegang peranan yang penting. Kita melihat kegunaan logika dan matematika dalam proses berpikir deduktif untuk menurunkan ramalan atau hipotesis kemudian mengujinya Secara empiris dengan pertolongan metode keilmuan yakni penelitian dikembangkan diatas asas-asas statistika, agar kesimpulan yang ditarik dapat dipertanggung jawabkan secara keimluan.
Dunia rasional adalah koheren, logis dan sistematis, dengan logika deduktif sebagai sendi pengikatnya (abstraksi), Dipihak lain terdapat dunia empiris yang obyektif dan berorientasi kepada fakta sebagaimana adanya.
Simpulan umum yang ditarik dari dunia empiris secara induktif merupakan batu ujian kenyataan dalam menerima atau menolak suatu kebenaran. Ia merupakan wasit dalam "gimnastik" berpikir itu [ilmu dimulai dengan fakta dan diakhir dengan fakta apapun teori yang disusun diantara mereka] ---Albert einstein.
Kebenaran ilmu bukan saja merupakan kesimpulan rasional yang koheren dan logis dengan sistem pengetahuan yang berlaku, tetapi juga harus sesuai dengan kenyataan yang ada.
Tesis pokok bahwa metode keilmuan pada hakikatnya merupakan hasil perkembangan dari metode rasionalisme dan empirisme.

RUJUKAN YANG DIGUNAKAN:

  1. Ahmad Tafsir [2004] Filsafat Ilmu [mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengaetahun] : PT Remaja Rosda Karya Jakarta: 27-45
  2. Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta : 13:52
  3. Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah[menurut Karl. R. Popper] : Penerbit PT Gramedia Jakarta : Bab V 107:151
  4. Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada JakartaĆ  Bab IV 131:164
  5. Jujun Suriamantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta : Bab I 1:40
  6. --------------------- [2004] Filsafat Ilmu [Sebuah Pengantar Populer] : Yayasan Sinar Harapan Jakarta Bab III 63:91, Bab 101:141 ---------------------[2004] Ilmu Dalam Perpektif M

1 comment:

Raden Roro Martiningsih said...

Pak, saya mahasiswi S2 Bapak, lulus tahun 2006. Kuliah Bapak tidak pernah saya lewatkan. Terus Semangat. tinink@gmail.com