Proses pikir yang dikembangkan manusia semakin memberikan pemahaman dan pengertian, apa yang merupakan obyek pengetahuan ilmiah. Pendalaman dilakukan sebagai upaya mencapai musabab pertama [the first causes], ataupun sebab terakhir [the last causes]. Dari pengembaraan pikir inilah ditemukan dua model yang mewakili kelompok ilmu.
Pertama adalah yang mewakili kelompok ilmu yang mementingkan pengamatan dan penelitian, yang disebut empiris [“empirical’ dari kata Yunani yang maknanya “meraba-raba”], atau aposteriori kata latin.
Kedua adalah yang mewakili kelompok ilmu yang seakan-akan ingin menangkap susunan kenicayaan secara apriori, dengan mengandalkan penalaran/rasio.
TERMINOLOGI
Aposteriori berasal dari kata latin “post” yang maknanya “sesudah”, oleh karenanya segala ungkapan ilmu baru terjadi ketika seorang-orang melakukan pengamatan melalui inderanya.
Aposteriori cara kerjanya berada pada ruang lingkup ilmu-ilmu empiris yang sering disebut dengan cara “induksi”
Empirisme merupakan aliran yang megakui bahwa pengetahuan itu pada ahkikatnya berdasarkan pengalam atau empiris melalui alat indera. Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal karena dipandang sebagai spekulasi belaka yang tidak berdasarkan realitas, sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus dan seharusnya berdasarkan kenyataan sejati yakni realitas.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah empiris ini antara lain :
- John Locke
- George Berckeley
- David Hume
SEKILAS TOKOH EMPIRISME:
John Locke [1632-1704]
adalah seorang dokter yang berasal dari Inggris yang juga menjadi salah satu penasihat raja Inggris. Dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat “ Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima”
Dari ungkapanya menunjukkan bahwa John Lock menolak doktrin Rene Descartes “Doktrine of innate ideas”
Karya:
Essay Concerning Human Understanding. Esai yang berkenaan dengan pemahaman manusia [1690]
George Berckeley [1685-1753]
Adalah seorang pendeta, dilahirkan di Irlandia di wilayah Kilkeni. Kakek moyangnya berasal dari Inggris Protestan. Pada tahun 1707 diangkat menjadi wakil uskup Derry, kemudian setelah sepuluh tahun menjadi uskup Coloin, kemudian meninggal pada tahun 1753. Pikirannya lebih radical dibanding dengan John Locke, ucapannya sangat tegas à Esse est percipi”à ada karena diamati”
Karya:
A Treatise Concerning the participle of Human Knowledge.
Risalah mengenai Prinsip-prinsip Pengetahuan manusia [1790]
David Hume [1711-1776]
Hume mengatakan sesuai dengan ucapan Berckeley yakni “Esse est percipi”, mata saya menatap pada apa yang saya amati, kalimat inilah yang menunjukkan bahwa David saya terguh pendirianya, bahwa indera yang menuntun manusia menemukan pengetahuan.
Karya:
A Treatise Of Human Nature
Risalah Mengenai sifat Manusia selanjutnya direvisi pada tahun 1740 menjadi:
Enquiry Concerning Human Understanding.
Penelitian pemahaman atas manusia
INDUKSI:
Adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya, sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yangt bersifat individual. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah mengkondisi berlanjutnya penalaran, dan sangat ekonomis.
Contok induksi
Jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi, maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:
- perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
- pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji lebih lanjut melalui verifikasi
- pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut]
- Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagai hipotesa
- tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
INGIN BAHAN TAYANG TOKOH-TOKOH KLIK [TOKOH EMPIRISME & RASIONALISME]
APRIORI :
TERMINOLOGI:
Dari kata latin “prius Sebelum, karena itu ilmu-ilmu ini ingin menentukan apa kiranya yang mendahului adanya kenyataan itu.
CARA KERJA:
Apriori cara kerjanya berada ruang lingkup ilmu-ilmu pasti yang biasanya disebut dengan cara “deduksi”, karena lingkup mendahului adanya kenyataan itu [prius], maka sangat mengandalkan “rasio” rasionalisme
RASIONALISME:
Merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya berdasar pada akal [rasio]. Akal merupakan penggerak dari sebuah kesanggupan untuk berpikir. Tanpa pikiran, tentu tidak ada sesuatu yang dipikirkan , dan tidak ada yang diketahuinya.
Rasionalisme menolak pengetahuan yang hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah rasionalisme ini antara lain:
- Rene Descartes
- Leibnitz
- Wolff
SEKILAS TOKOH
Rene Descartes
Adalah seorang-orang yang berasal dari Perancis, mendapatkan ajaran pada biara katholik. Descartes membangun system filsafati yang melibatkan metode penelitian, metafisika, fisika, dan biologi mekanistik.
Menurutnya, jika akan memulai harus ada pangkalmnyaà titik archimides. Pangkal yang yang dimaksud adalah pangkal pikir yang menyatakan “ Cogito ergo sum”, karena aku berpikir, jadi akau ada. Dengan demikian akal [berpikir] menjadi pangkal filsafatnya, oleh karenanya aliran ini dikenal rasionalisme.
Leibnitz.
Seorang Jerman yang pada usia 17 tahun telah menjadi sarjana, Teorinya menyatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi dari monode, tidak ada hubungannya dengan luar, dan tidak mempunyai hubungan apa pun. Pengetahuan tidak berpangkal di luar diri kita, tetapi berpangkal pada diri kita sendiri, yaitu akal. Gagagasan cemerlangnya melahirkan doktrin “Doctrine of innate idea” [innate = dibawa sejak lahir]
Wolff.
Adalah seorang warga Jerman yang merupakan eksoponen dari aliran rasionalisme. Ia adalah seorang guru besar yang menyebarkan pokok-pokok pikiran rasionalis. Kita dapat memperoleh pengetahuan atas dasar rasio, terlepas dari pengalaman. Apa yang dikatakan rasio itulah yang benar. Dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuan kita senantiasa berdasarkan innate ideas yang bersumber pada diri kita dan berpangkal dari rasio kita.
DEDUKSI Deduksi diberi batasan sebagai penalaran dengan simpulan yang lebih sempit daripada wilayah premisnya. Cara kerja deduksi berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. SILOGISMUS
Simpulan :
- Akhirnya Aristoteles menggabungkan antara Aprori dan Aposteriori.
- Munculnya faham fenomenalisme ajaran Immanuel Kant [1724-1804] yang mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Faham ini menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesa antara unsure-unsur apriori dan aposteriori. Dari sintesa tersebut dapat dirumuskan secara holistic baik secara empiris yang juga dilandasai penalaran logis.
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN
- Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakarta 38 :43 :48:
- Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205
- Jujun Suriasmantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta Bab IV 61:70
- Mohammad Muslih [2006] Filsafat Ilmu [Kajian atas dasar asumsi dasar paradigma dan kerangka Teori Ilmu pengetahuan]: Penerbit Belukar Yogyakarta Bab III 48 :52
- Lavine. T.Z [1984] David Hume [Risalah filsafat empirisme] : Penerbit Jendela Yogyakarta
- Rene Descartes [2003] Discourse Method [terjemahan Diskursus Metode] : Penerbit IRCiSoD Yogyakarta
- Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah Tinjauan Filosofis]: Penerbit Kanisius Yogyakarta Bab III, 43:62
- Sutardjo.A. Wiraatmaja [2006] Pengantar Filsafat: PT Refika Aditama Bandung Grafindo Bab IV 93:98
- Thoyibi M [1994] Filsafat Ilmu dan Pengembangannya: Penerbit Universitas Muhhadiyah Surakarta, Surakarta 65 : 70Verhaak [2004]
- Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakartaà 38 :43 :48:
Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205 - Verhaak [2004] Filsafat ilmu Pengertahuan [Seri Filsafat Driyarkara1. Telaah atas cara kerja ilmu-ilmu]: PT Gramedia Jakarta Bab III. 27-66, Bab IV, 81-87